Kamis, 05 Juli 2012

Pelaminan Bambu Bittik Tak Pernah Lekang Oleh Waktu


       Kehadiran pelaminan modern, ternyata belum mampu menggantikan posisi pelaminan tradisional berbahan baku bambu bittik. Sebuah komoditas bambu langka yang hanya bisa dijumpai di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan.
Tradisi penggunaan pelaminan tradisional berbahan baku bambu bittik di atas rumah seorang pengantin mempelai wanita, tumbuh lestari di tengah-tengah hiruk pikuk kehidupan modernisasi masyarakat yang banyak dimanjakan oleh pemanfaatan barang jadi.
Transformasi budaya yang diserap dari adat-istiadat suku bugis ini, seakan tak pernah lekang oleh waktu dan sama sekali tidak terpengaruh oleh kehadiran pelaminan modern yang proses pemasangannya tergolong sangat simple.
Adat kebiasaan yang sudah tumbuh sejak ratusan silam ini merupakan simbol konsistensi masyarakat Bumi Tanadoang dalam rangka mendukung program pelestarian nilai-nilai seni dan budaya para leluhur masyarakat di penghujung selatan Provinsi Sulsel itu, terutama di lingkungan keluarga berdarah biru, berketurunan bangsawan, ataupun keluarga keturunan para penguasa terdahulu di era kedikjayaan kerajaan-kerajaan kecil di Kabupaten Kepulauan Selayar.
Selain memiliki kebiasaan menggunakan pelaminan berbahan baku bambu bittik, masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar juga mempunyai adat kebiasaan membangun pintu gerbang di depan tangga rumah seorang pengantin mempelai wanita.
Oleh masyarakat lokal, pintu gerbang tersebut kerap diistilahkan dengan sebutan pangsa. Dimana bahan bakunya rata-rata, berasal dari komoditas bambu bittik.  Pembangunan pangsa, menandai telah usainya penyelenggaraan prosesi akad nikah seorang pengantin mempelai wanita pada sebuah rumah.
Pasalnya, pembangunan pangsa terbalut kain putih panjang ini tidak berlaku umum bagi lingkungan keluarga pengantin mempelai laki-laki. Masih terkait dengan pemanfaatan komoditas bambu bittik pada penyelenggaraan prosesi akad nikah, khusus di lingkungan keluarga pengantin mempelai laki-laki, bambu bittik terkadang lebih banyak dimanfaatkan pada proses pembuatan wadah penyimpanan barang bawaan pengantin pria untuk mempelai wanita yang dalam dialek bahasa setempat, biasa diistilahkan dengan erang-erang.
Biasanya, wadah penyimpanan barang bawaan yang menyerupai tandu tersebut diisi dengan beraneka ragam komoditas buah-buahan, semisal : pisang, tebu, kelapa muda, dan buah pinang dan beraneka jenis buah-buahan lain yang menjadi komoditas andalan daerah setempat.
Tak hanya banyak dimanfaatkan pada prosesi akad nikah. Akan tetapi,  komoditas bambu bittik juga sangat banyak dimanfaatkan dalam proses pembuatan keranda jenazah di daerah pedalaman terpencil Kabupaten Kepulauan Selayar.
Bahkan, tak sedikit pengusaha warung makan ataupun cafe di daerah ini yang memanfaatkan komoditas bambu bittik sebagai bahan baku bangunan dan pernak-pernik lain untuk sekedar menghias ruangan warung, termasuk ruangan kasir.
Tiga  diantara  warung makan, dan cafe tersebut adalah  Warung Makan Halena di Jalan Poros Bonea, Kelurahan Benteng Utara dan Cafe Tempat Biasa di Jalan Poros S. Siswomiharjo, Benteng,  serta warung bambu di jalur Kantor Bupati Kepulauan Selayar. (Laporan : Fadly Syarif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar